
Oleh: Nur Utunissa )*
Di tengah upaya pembangunan berkelanjutan yang menempatkan kesehatan masyarakat sebagai pilar utama, pemerintah Indonesia terus memperkuat komitmen untuk memastikan akses terhadap layanan kesehatan yang terjangkau dan merata. Salah satu langkah strategis yang dilakukan adalah melalui pengembangan dan penguatan Apotek Desa. Program ini menjadi bagian penting dalam memperluas jangkauan pelayanan kesehatan hingga ke pelosok negeri, di mana akses terhadap fasilitas kesehatan sering kali menjadi kendala utama bagi masyarakat.
Apotek Desa bukan hanya sekadar tempat penyediaan obat-obatan. Lebih dari itu, kehadirannya mencerminkan transformasi sistem kesehatan yang inklusif dan berbasis komunitas. Di wilayah pedesaan, masyarakat selama ini menghadapi tantangan besar dalam mengakses obat-obatan bermutu dengan harga yang terjangkau. Jarak ke fasilitas kesehatan yang jauh, ketersediaan obat yang terbatas, serta harga yang kerap tidak bersahabat dengan kantong masyarakat kecil menjadi problematika nyata. Dalam konteks ini, Apotek Desa hadir sebagai solusi konkret untuk mendekatkan layanan farmasi kepada masyarakat secara langsung.
Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan mengatakan pembentukan klinik dan apotek desa/kelurahan ini sebagai salah satu upaya untuk memperkuat perekonomian desa dan meningkatkan akses pelayanan kesehatan masyarakat. Apotek desa akan menjalankan pelayanan standar meliputi pengelolaan serta pelayanan klinis, dengan memberikan konsultasi ataupun pemberian obat terkait obat-obat program seperti HIV, TB, Malaria dan program lainnya.
Selain itu, apotek desa dapat melakukan pengembangan layanan dengan memberikan pelayanan obat dan alat kesehatan komersial, seperti pemberian obat dengan resep dokter, obat bebas dan bebas terbatas, obat herbal, vitamin dan suplemen kesehatan, serta alat kesehatan sederhana (termometer, kasa, plester, dll).
Pemerintah secara bertahap telah memperluas cakupan Apotek Desa di berbagai wilayah, terutama di daerah-daerah dengan tingkat akses kesehatan yang rendah.
Tujuannya jelas: mendekatkan layanan, menurunkan biaya transportasi masyarakat ke fasilitas kesehatan kota, dan memastikan ketersediaan obat-obatan esensial. Apotek Desa umumnya dikelola oleh tenaga teknis kefarmasian yang memiliki kapasitas memadai dan berada di bawah pengawasan dinas kesehatan setempat. Hal ini memastikan bahwa pelayanan yang diberikan tetap berada dalam standar yang ditetapkan oleh otoritas kesehatan nasional.
Lebih dari sekadar penyediaan obat, Apotek Desa juga berfungsi sebagai pusat edukasi kesehatan bagi masyarakat. Masyarakat tidak hanya dapat membeli obat, tetapi juga memperoleh informasi yang benar mengenai penggunaan obat yang rasional, pencegahan penyakit, serta pentingnya menjaga pola hidup sehat. Dengan demikian, Apotek Desa ikut berperan dalam menciptakan masyarakat yang sehat secara fisik maupun pengetahuan.
Direktur Jenderal Farmasi dan Alat Kesehatan Kemenkes RI, L. Rizka Andalucia mengatakan terus berkoordinasi dan berkolaborasi dengan kementerian/lembaga terkait dalam melakukan pembinaan, pendampingan, dan fasilitasi termasuk penetapan kebijakan ini.
Apotek Desa juga menjadi instrumen penting dalam mewujudkan target pembangunan kesehatan nasional. Dalam konteks ini, Apotek Desa bukan hanya berfungsi sebagai perpanjangan tangan layanan kesehatan, tetapi juga sebagai agen perubahan sosial dan budaya kesehatan di tingkat akar rumput.
Di banyak wilayah, terutama di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T), Apotek Desa menjadi satu-satunya sumber utama layanan farmasi. Dalam kondisi geografis yang sulit dan minimnya infrastruktur kesehatan, Apotek Desa berperan vital dalam menjaga keberlangsungan hidup masyarakat. Obat-obatan seperti antibiotik, antihipertensi, dan penurun panas menjadi kebutuhan harian yang harus tersedia secara kontinyu. Oleh karena itu, pemerintah tidak hanya membangun Apotek Desa, tetapi juga menjamin rantai pasokan obat-obatan agar tidak terjadi kelangkaan yang merugikan masyarakat.
Selain itu, Apotek Desa juga menciptakan efek ekonomi positif di tingkat lokal. Keberadaan apotek ini membuka peluang kerja bagi tenaga kesehatan di desa-desa, dan pada saat yang sama mendorong perputaran ekonomi mikro. Dalam jangka panjang, Apotek Desa dapat menjadi bagian dari ekosistem kesehatan desa yang berkelanjutan, di mana desa tidak lagi menjadi objek pembangunan semata, tetapi juga pelaku aktif dalam menjaga dan meningkatkan kualitas hidup warganya.
Komitmen pemerintah untuk menjadikan pelayanan kesehatan sebagai hak dasar yang harus dipenuhi juga tercermin dari alokasi anggaran yang semakin meningkat untuk sektor kesehatan. Pemerintah daerah juga memiliki peran penting dalam mendukung keberlangsungan program ini, mulai dari penyediaan lahan, fasilitas, hingga tenaga kerja. Sinergi antara pemerintah pusat dan daerah menjadi kunci dalam memastikan bahwa Apotek Desa dapat berjalan optimal sesuai harapan.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto mengambil inspirasi dari sistem layanan kesehatan di India, khususnya dalam penyediaan apotek murah yang menjual obat generik secara luas dan terjangkau. Presiden mengatakan ingin masyarakat Indonesia memiliki akses Kkesehatan yang murah dan dekat.
Dengan kebijakan yang berpihak pada rakyat, pemerintah menunjukkan bahwa pelayanan kesehatan tidak boleh menjadi barang mewah yang hanya bisa dinikmati oleh segelintir orang. Melalui Apotek Desa, prinsip keadilan sosial dalam sektor kesehatan menjadi nyata. Setiap warga negara, tanpa memandang lokasi geografis atau status ekonomi, berhak atas layanan kesehatan yang layak dan terjangkau.
)* Penulis adalah Pegiat Literasi pada Narasi Nusa Institute