Pemberantasan Narkoba Tanggung Jawab Kolektif Selamatkan Bangsa

Author by kilaucak | Post on June 5, 2025 | Category Opini

Oleh: Khalilah Nafisah*)

Isu peredaran narkoba di Indonesia terus menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Pada Mei 2025, aparat negara berhasil menggagalkan penyelundupan narkotika dalam jumlah yang luar biasa besar, yakni total empat ton sabu dan kokain. Keberhasilan ini disambut gembira oleh publik, karena menyelamatkan jutaan warga dari jeratan kecanduan dan kejahatan terorganisir internasional. Namun, keberhasilan penindakan ini hanyalah puncak gunung es; tugas selanjutnya adalah memastikan kerja sama seluruh elemen masyarakat untuk mencegah penyalahgunaan dan peredaran narkoba secara menyeluruh.

Pada 13 Mei 2025, TNI Angkatan Laut mengungkap upaya penyelundupan 2 ton narkotika—768,823 gram sabu dan 1.285.030 gram kokain—melalui kapal ikan berbendera Thailand. Dalam kasus tersebut, lima anak buah kapal ditetapkan sebagai tersangka, terdiri atas satu warga Thailand dan empat warga Myanmar. Hanya berselang tujuh hari, pada 21 Mei 2025, tim gabungan Badan Narkotika Nasional (BNN), Bea Cukai, TNI AL, dan Polri kembali menggagalkan penyelundupan 2 ton sabu oleh kapal motor Sea Dragon Tarawa yang berlayar dari Andaman, Myanmar . Kali ini, enam anak buah kapal—empat WNI dan dua warga Thailand—ditetapkan sebagai tersangka.

Kepala BNN RI, Komisaris Jenderal Marthinus Hukom, menegaskan bahwa keberhasilan pengungkapan kasus-kasus ini merupakan bentuk implementasi Astacita dan program prioritas Presiden RI dalam pencegahan dan pemberantasan narkoba. Arahan Presiden Prabowo Subianto menekankan perlunya penguatan intelijen untuk memetakan jaringan sindikat narkoba lintas negara, mempelajari modus operandi mereka, serta mengidentifikasi pola pergerakan kriminal. BNN pun menindaklanjuti dengan penempatan personel intelijen di daerah rawan, melakukan analisis intelijen secara mendalam, dan meningkatkan kapasitas SDM intelijen agar dapat melakukan operasi sepanjang waktu.

Kita perlu menilik akar filosofis mengapa sejumlah warga nekat menjadi aktor dalam jaringan narkoba. Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri, Inspektur Jenderal Krishna Murti, menuturkan bahwa sindikat internasional merekrut WNI karena dianggap patuh dan tidak mencurigakan. Terdapat pula modus penipuan, misalnya menipu calon kurir dengan mengatakan barang yang dititipkan adalah dokumen penting atau obat keluarga. Konsekuensinya, banyak penerima job narkoba berasal dari kalangan ekonomi lemah yang terdesak kebutuhan.

Peredaran narkoba bukan sekadar persoalan kriminal semata, melainkan juga manifestasi krisis keadilan sosial. Ketika sebagian masyarakat hidup di ambang kemiskinan, tawaran uang cepat melalui kurir narkoba—meski berisiko dihukum mati di luar negeri—menjadi pilihan yang tampak logis. Kementerian Luar Negeri menyebut 157 WNI terancam hukuman mati di luar negeri pada Januari 2025, mayoritas karena kasus peredaran narkotika.

Dalam konteks ini, dukungan publik terhadap pemberantasan narkoba harus melibatkan perluasan kesempatan ekonomi dan pendidikan. Insentif ekonomi, pelatihan vokasional, dan beasiswa pendidikan telah terus digalakkan guna memutus rantai masuknya warga ke dunia kriminal narkoba. Selain itu, penting memperkuat literasi hukum agar publik memahami konsekuensi berat dari terlibat penggunaan maupun peredaran narkotika.

BNN kini giat memburu sindikat jaringan internasional. Dua buronan utama, Chan Chai (pengendali Sea Dragon Tarawa) dan Ka Khao (pemilik kapal The Aungtoetoe99), sudah masuk red notice Interpol. Strategi uji “drug signature” oleh laboratorium BNN diharapkan dapat mengungkap keterkaitan antarjaringan. Jika kedua barang bukti memiliki komposisi yang sama, maka bisa disimpulkan mereka berasal dari pabrik yang sama di kawasan Golden Triangle. Analisis ini juga menimbulkan keterkaitan dengan buronan Dewi Astuti, mantan PMI yang diduga bagian puncak sindikat narkoba Asia Tenggara.

Rasionalitas ilmiah semacam ini memperlihatkan pentingnya sinergi intelijen, kepolisian, dan lembaga internasional. Namun, keberhasilan penegakan hukum harus diimbangi dengan pengawasan dan transparansi yang tinggi. Kepala BNN menyatakan bahwa BNN memiliki mekanisme pengawasan ketat atas barang bukti agar tidak terjadi kebocoran. Setiap proses pencatatan dan pelabelan diperiksa oleh Direktorat Wastahti, sementara ratusan personel Brimob dan Lantamal siaga 24 jam menjaga penyimpanan barang bukti. Langkah ini bukan sekadar menjaga bukti secara fisik, tetapi juga menjaga kepercayaan publik atas integritas aparat penegak hukum.

Penting pula menggandeng elemen masyarakat dalam gerakan antinarkoba. Kepala BNN Marthinus Hukom menyerukan kebangkitan kemarahan dan kebencian terhadap barang haram ini serta ajakan untuk peran aktif dari semua elemen masyarakat . Kebersamaan dan solidaritas moral menjadi kekuatan untuk melawan kejahatan terorganisir. Masyarakat sipil—termasuk keluarga, sekolah, ormas, dan media—harus merangkul bersinergi dalam pencegahan melalui penyuluhan, rehabilitasi pengguna, dan pemantauan lingkungan rawan.

Secara keseluruhan, pemberantasan narkoba memerlukan kerja kolektif lintas sektoral—mulai penegak hukum, lembaga intelijen, aparat maritim, pemerintah daerah, pemuka agama, akademisi, hingga masyarakat umum. Keadilan sosial hanya dapat diwujudkan jika setiap pihak berperan serta dalam pemenuhan hak dan tanggung jawab. Pemerintah telah menunjukkan komitmen lewat penguatan intelijen, pengusutan jaringan internasional, dan penindakan tegas; kini giliran kita meneguhkan solidaritas dan berkontribusi aktif dalam pencegahan.

*) Penulis merupakan pegiat anti narkoba

RELATED POSTS